Kabareditorial.com, Makassar — Pengamat Keuangan Negara dan Daerah, Bastian Lubis menyoroti program unggulan pasangan calon gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) nomor urut 3, yang mencanangkan alokasi dana sebesar Rp100 juta per tahun untuk setiap Rukun Tetangga (RT) di Kaltara.
Bastian menilai bahwa program tersebut akan menimbulkan berbagai persoalan terkait asas kepatutan, kewajaran, dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Bastian mengungkapkan bahwa RT sah-sah saja mendapat bantuan seperti insentif, honor dan biaya operasional dengan mempertimbankan besaran jumlah yang harus mengikuti asas kepatutan dan kewajaran.
“Kalau alokasi dana tersebut langsung di masukkan ke rekeningnnya RT rasanya agak janggal karena RT rasanya sulit untuk dapat mempertanggung jawabkan dana-dana yang diterimanya, apakah dana tersebut berupa hibah atau dana bantuan keuangan, ini harus jelas dulu, dasar aturannya, ,” kata Bastian, Sabtu (23/11/2024).
Menurut Bastian, program itu sarat akan dimaknai sebagai strategi untuk menggaet simpati dan suara rakyat. Disisi lain, jika pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Kaltara, Yansen Tipa Padan – Suratno terpilih lalu kemudian merealisasikan janji itu, ia memastikan akan jadi bumerang bagi pemerintah dan bisa menjadi ‘bom waktu’ korupsi.
Menurutnya, pengelolaan uang negara harus tetap merujuk pada UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pertanggungjawaban Keuangan Negara.
“Akan sulit untuk bisa dipertangjawabkan. Kalaupun alokasi Dana RT melalui Desa, ini akan menimbulkan masalah baru untuk Kadesnya. Apakah rela alokasi dana desa yg berasal dari APBD dipakai peruntukkannya oleh RT tapi dipertanggunjawab kan oleh Kades sebagai penerima alokasi ADD tersebut,” tukasnya.
Kompleksitas pengelolaan Dana Desa baik yang berasal dari pusat maupun daerah harus transparan, akuntabel, patisipatif, tertib dan disiplin anggaran dalam hal mencapi kinerja dan kebijakan yg telah ditentukan di pusat.
Sudah banyak Kades yang terlibat kasus korupsi karena pelanggaran aturan.
Lebih lanjut, Peneliti Senior Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Patria Artha itu menjelaskan bahwa pengelolaan dana sebesar Rp100juta membutuhkan sistem yang dapat memastikan dana digunakan sesuai peruntukan.
Dalam konteks desa, jika dana tersebut diberikan melalui kepala desa untuk disalurkan ke RT, akan terjadi beban ganda bagi kepala desa dalam membuat pertanggungjawabkan anggaran.
“Kalau dana ini masuk melalui desa dan disalurkan ke RT, kepala desa bisa menghadapi risiko hukum. Misalnya, ada anggaran yang overlap sehingga berpotensi kerugian negara karena sulit utk dapat dipertanggung jawab kan, maka kepala desa akan menjadi sasaran pemeriksaan,” ujarnya.
Bastian menyoroti perbedaan signifikan alokasi anggaran ini dengan wilayah lain, seperti DKI Jakarta dan Makassar, di mana insentif untuk RT diberikan dalam bentuk honorarium sesuai kinerja.
Kata dia, Di DKI Jakarta, misalnya, honor RT adalah Rp2.400.000 per bulan dengan kewajiban pelaporan tugas, sementara di Makassar hanya Rp1.750.000 per bulan.
“Kalau RT diberi Rp100 juta per tahun, tapi tidak ada sistem pertanggungjawaban yang jelas, ini sangat berpotensi menjadi celah korupsi. Kita harus tetap merujuk pada regulasi aturan main yang tegas agar dana/ uang negara tidak disalahgunakan,” tegasnya.
Bastian menilai bahwa memberikan dana sebesar Rp100 juta per RT tanpa mekanisme kontrol yang jelas sangat berpotensi melanggar asas kepatutan dan kewajaran.
Ia menekankan pentingnya memastikan bahwa penggunaan dana sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas penerima.
“Setiap uang negara berasal dari pajak rakyat, sehingga penggunaannya harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika tidak, ini melanggar prinsip dasar keuangan negara,”katanya.
Bastian menyarankan agar program ini dikaji ulang dan dirancang dengan lebih matang. Jika ingin memberikan manfaat langsung ke RT, lebih baik dalam bentuk insentif atau honor sesuai kinerja, bukan alokasi dana sebesar Rp100jt yang akan sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan.
“Dana Rp100 juta per RT bisa menjadi jebakan badman bagi Kades dan RT sendiri. Program ini, meskipun berniat baik, harus disesuaikan dengan prinsip kepatutan, kewajaran, dan tata kelola keuangan yang baik,” pungkasnya.