Kritik Tajam Bastian Lubis: BPK Gagal Deteksi Masalah, Audit Pemda Hanya Ritual Tahunan

Mardianto
28 Mei 2025 23:20
4 menit membaca

Kabareditorial.com, Makassar – Ahli Keuangan Negara dan Daerah, Bastian Lubis, melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dinilainya belum menyentuh substansi persoalan dalam tata kelola keuangan pemerintah daerah. Kritik ini disampaikan Bastian dalam keterangannya kepada media, Selasa (13/5/2025).

Rektor Universitas Patria Artha itu menilai, selama ini pemeriksaan oleh BPK hanya bersifat administratif dan menjadi ritual tahunan tanpa menghasilkan perbaikan nyata terhadap pengelolaan anggaran negara.

“Semua pihak baik instansi pemerintah pusat, daerah dan kekayaan yang dipisahkan yang menggunakan dana APBN/APBD wajib membuat laporan pertanggungjawabannya yang harus diselesaikan tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir berupa laporan keuangan kemudian diserahkan pada BPK sebagai ekstenal auditor sesuai dengan UU 15/2004,” tegas Bastian.

Menurutnya, pemeriksaan keuangan oleh BPK seharusnya memastikan dana publik digunakan sesuai aturan dan amanat program yang telah ditetapkan melalui UU APBN, Perda APBD, dan RKAP untuk badan usaha milik negara/daerah.

“Apakah dana-dana yang dikelolanya telah sesuai dengan aturan dan sesuai dengan program-program yang telah diamanatkan dalam UU APBN, Perda APBD dan RKAP bagi Badan usaha Milik Negara/Daerah,” tambahnya.

Ia juga menyoroti regulasi yang menjadi dasar pengelolaan keuangan daerah, seperti UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.

“Merupakan peraturan yang sangat spesifik memberikan panduan rinci terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah yg tentunya turunan dari undang-undang dan Peraturan Pemerintah,” jelas Bastian.

Bastian memaparkan bahwa seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) telah menyusun laporan keuangan untuk tahun anggaran 2024 yang dikompilasi oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebelum diserahkan ke BPK. Ia menyebut proses audit berlangsung beberapa kali dalam setahun.

“Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor BPK rata-rata setiap tahunnya hampir 3 sampai 4 kali periksa pemda, akhir tahun dilakukan pemeriksaan cut off, pemeriksaan keuangan tahun sebelumnya, pemeriksaan interim/pertengahan tahun, dan mungkin ada pemeriksaan tujuan tertentu,” jelasnya.

Namun demikian, ia menyayangkan masih maraknya penyimpangan dan potensi kerugian negara yang kerap ditemukan oleh LSM dan aparat penegak hukum, meskipun telah melalui pemeriksaan berlapis-lapis.

Sebagai mantan Auditor Ahli di BPKP yang kerap menjadi saksi ahli di pengadilan tindak pidana korupsi, Bastian menyebut fenomena ini sebagai kegagalan fungsi pengawasan. Ia bahkan menyinggung kemungkinan praktik transaksional dalam proses audit.

“Apa mungkin ya temuan-temuan ini telah dijadikan transaksi jual beli seperti yang terjadi di Perwakilan BPK Sulawesi Selatan tahun 2020, ada 4 (empat) auditornya telah terbukti disogok sebesar Rp2,9 M diproses oleh KPK dan sudah dijatuhkan vonis terbukti di Pengadilan Tipikor Sulsel,” tukasnya.

Bastian juga mengkritik kecenderungan auditor yang tetap memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) meskipun masih ditemukan potensi kerugian negara.

“Ada kebiasaan oknum auditor kalau sudah kepepet objek yg pernah di audit kemudian diperiksa APH kadang berdalih objek tersebut tidak termasuk disampling dalam audit programnya, aneh sdh berulang ulang diperiksa kok nggak ada temuan,” ujarnya.

Ia menilai, temuan-temuan teknis seperti Surat Perjalanan Dinas (SPPD) dan dokumen pengeluaran terlalu sering dijadikan fokus audit, padahal isu besar justru terlewat.

“Menjadi lebih lucu lagi kalau sudah ada temuan oleh APH tanpa melalui APIP yang menjadi juru hitung kerugian negara adalah BPKP akhirnya yang menjadi korban terakhir adalah ASN pengelola keuangan,” paparnya.

Bastian pun mendesak agar auditor, baik internal maupun eksternal, segera melakukan pembenahan. Ia menegaskan bahwa biaya audit selama ini terlalu besar, namun tidak menghasilkan pengawasan yang efektif.

“Kita lihatlah hasil audit laporan keuangan Pemda tahun 2024 ini pasti tidak jauh-jauh dari yang lalu, mohon maaf bisa dibilang ritual audit tahunan hanya sebatas menggugurkan suatu kewajiban saja. Pemeriksaannya dangkal dan tidak substansi,” cetusnya.

Menurutnya, opini WTP yang diraih secara beruntun tidak menjadi jaminan bersihnya pengelolaan keuangan. Ia menilai hasil pemeriksaan lebih bersifat seremonial daripada menghasilkan perbaikan nyata.

Menutup pernyataannya, Bastian mengingatkan agar seluruh proses audit keuangan negara tidak menjadi ajang pemborosan, apalagi di tengah diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran.

“Kasihan itu uang pajak rakyat jadi pemborosan keuangan negara saja membiayai sesuatu yang tidak jelas, ini bertentangan dengan Inpres No.1/2025 tentang efesiensi anggaran,” tutupnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x