Karantina Sulsel Bantah Isu Penyerahan Burung Rangkong ke Plt Gubernur, Hanya Titipan Sementara

Mardianto
16 Jun 2025 10:56
4 menit membaca

Kabareditorial.com, Makassar — Balai Karantina Sulawesi Selatan akhirnya angkat suara terkait pemberitaan yang menyebut dua ekor burung rangkong mini, satwa dilindungi yang dikirim dari Makassar dan ditahan di Surabaya, yang sebelumnya diduga telah dipindahtangankan kepada Plt Gubernur Sulawesi Selatan.

Melalui siaran pers resmi yang diterima redaksi, Karantina Sulsel membantah tudingan tersebut. Burung tersebut tidak pernah diserahkan sebagai cinderamata atau hibah pribadi, melainkan hanya dititipkan sementara lantaran Instalasi Karantina Hewan (IKH) saat itu sedang dalam masa perbaikan dan pemeliharaan.

[irp posts=”4146″ ]

Pernyataan ini sekaligus meluruskan kabar yang sempat beredar luas di publik, menyebut bahwa dua ekor rangkong hasil penolakan dari Karantina Surabaya telah berakhir di tangan pribadi pejabat negara.

Isu ini mencuat menyusul adanya penahanan pengiriman satwa dilindungi tanpa dokumen karantina dari Makassar ke Surabaya pada 29 Februari 2024 lalu.

Bukan hibah, bukan kepemilikan pribadi

Karantina Sulsel menegaskan bahwa penempatan burung pada pihak luar adalah solusi darurat dengan pengawasan ketat, bukan bentuk pengalihan hak milik atau pemberian khusus.

Lebih lanjut, Karantina Sulsel mengajak seluruh pihak agar melihat konteks penanganan burung rangkong ini secara objektif. Mereka menyebut bahwa tindakan tersebut dilakukan dalam semangat edukatif dan promotif terhadap upaya konservasi satwa liar di wilayah Sulawesi.

Dalam siaran pers tersebut, Karantina Sulsel juga menekankan komitmen mereka terhadap perlindungan satwa dilindungi dan penindakan terhadap praktik ilegal seperti penyelundupan, perdagangan liar, atau pemanfaatan satwa tanpa izin resmi.

Sebelumnya, berita dengan judul Burung Langka dari Makassar Dikirim Tanpa Dokumen, Diduga Balai Besar Karantina Pindahtangankan ke Mantan Pj Gubernur Sulsel” telah dimuat pada Minggu (15/06/2025).

Kabareditorial.com, Surabaya — Dua ekor burung rangkong mini (julang emas), satwa dilindungi yang dikirim dari Makassar ke Surabaya tanpa dokumen karantina, kini menjadi sorotan tajam publik.

Selain menyalahi prosedur pengiriman satwa dilindungi, burung-burung ini kabarnya telah berpindah tangan ke pejabat tinggi negara, mantan Pj Gubernur Sulsel yang saat ini menjabat Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Prof. Zudan Arif Fakrulloh.

Temuan awal bermula pada Kamis, 29 Februari 2024 dini hari, ketika petugas Karantina Hewan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya melakukan pengawasan rutin terhadap kapal KM Dharma Kencana VII yang berlayar dari Makassar.

Saat menyisir area pelabuhan, petugas mencurigai sebuah transaksi tak lazim, dua kotak yang ternyata berisi satwa dilindungi, burung rangkong mini jantan.

Hasil pemeriksaan mengonfirmasi bahwa dua burung tersebut tidak dilengkapi dokumen karantina kesehatan dari daerah asal, sebagaimana diatur dalam UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Pemilik kiriman teridentifikasi atas nama A. Joni Maobul, warga Driyorejo, Gresik, Jawa Timur.

Karena pengirim tidak mampu melengkapi dokumen dalam tenggat waktu 3 hari sesuai prosedur, Balai Karantina Jawa Timur menerbitkan surat penolakan dengan Nomor: 2024.1.0401.0.T.9A.M.000004, tertanggal 29 Februari 2024.

Prosedur berikutnya adalah menyerahkan satwa kepada instansi yang berwenang, dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Namun di sinilah dugaan penyimpangan mencuat. Berdasarkan dokumen Berita Acara Serah Terima Satwa tertanggal 1 Maret 2024, burung-burung tersebut diserahkan kembali ke Makassar. Namun, jejak resmi satwa ini setelahnya menghilang dari radar publik.

Sumber internal yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa Kepala Balai Besar Karantina Sulsel Sitti Chadidjah memberikan cinderamata kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Prof Zudan Arif Fakrulloh berupa burung Rankong. Saat penyerahan burung itu, Zudan masih menjabat Pj Gubernur Sulsel.

Burung yang diserahkan tersebut dicurigai adalah burung yang sempat ditolak oleh Balai Karantina Surabaya pada Februari lalu.

Bila informasi ini benar, maka terdapat kejanggalan besar dalam proses serah-terima dan pemanfaatan satwa dilindungi yang semestinya berada di bawah perlindungan BKSDA, bukan menjadi milik pribadi pejabat negara.

Tim redaksi kabareditorial.com mencoba mengonfirmasi ke berbagai pihak terkait, namun tidak ada jawaban yang jelas. Justru hanya saling melempar tanggung jawab.

Tidak ada jawaban dari Balai Besar Karantina Sulsel

Drh. Anak Agung Istri Agung Mirah Dwija, pejabat Satuan Pelayanan Karantina Bandara Sultan Hasanuddin yang tercatat dalam berita acara, enggan memberi penjelasan dan menyatakan masih menunggu arahan pimpinan.

Ketua Tim Gakkum Karantina Makassar, Aspar, berdalih sedang dalam tugas di Parepare dan mengarahkan kembali ke Mirah. Sementara, Humas Karantina Makassar hanya menjawab singkat, menunggu petunjuk pimpinan.

Hingga berita ini diterbitkan, tak satu pun pihak dari Balai Besar Karantina Makassar memberikan klarifikasi resmi atas ke mana sesungguhnya satwa tersebut berakhir.

Menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, memperjualbelikan atau memiliki satwa dilindungi tanpa izin merupakan tindak pidana dengan ancaman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x