Kabareditorial.com, Makassar — Saat melangkah ke Pelataran AIC Lab di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas), Tamalanrea, Makassar, pengunjung seolah dibawa kembali ke masa-masa penting dalam sejarah Indonesia dan Australia.
Di antara deretan foto-foto, kliping berita, dan sketsa karya Tony Rafty, seorang seniman perang Australia, terpampang kisah perjuangan yang memperkuat hubungan diplomatik kedua negara selama 75 tahun.
Pameran bertajuk “Two Nations: A Friendship is Born” bukan hanya sekadar pameran seni biasa, tetapi sebuah pengingat tentang betapa eratnya hubungan yang terjalin di antara Indonesia dan Australia sejak masa-masa awal kemerdekaan.
Rektor UNHAS, Prof. Jamaluddin Jompa, menyebut koleksi yang ditampilkan dengan apik oleh Museum Maritim Nasional Australia ini menggambarkan betapa besar dukungan Australia terhadap kemerdekaan Indonesia, sesuatu yang mungkin tidak banyak diketahui oleh generasi muda saat ini.
“Ini yang oleh kita, banyak orang tidak tau. Mungkin ada yang tahu, tapi samar-samar. Hadirnya pameran ini, saya rasa bagaikan kapsul waktu, membawa kita ke masa lampau untuk memahami dan mengenal sejarah kita, hubungan diplomasi dan perjuangan kemerdekaan kita,” tukas Jamaluddin Jompa usai membuat acara pameran, Kamis (17/10/2024).
Baginya, pameran ini lebih dari sekadar acara budaya. Ini adalah bukti nyata dari bagaimana hubungan baik kedua negara tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu.
“Ini adalah kesempatan untuk mengingat sejarah dan memperkuat komitmen kita untuk melanjutkan hubungan baik ini di masa depan,” ujarnya dengan penuh harapan.
Sementara itu, Todd Dias, Konsul Jenderal Australia di Makassar, juga tak kalah antusias. Dia menekankan betapa pentingnya peran masyarakat Australia, baik pemerintah maupun rakyatnya, dalam mendukung kemerdekaan Indonesia.
“Kami bangga dapat menunjukkan kepada masyarakat Makassar bagaimana persahabatan ini lahir dan berkembang, dimulai dari dukungan kami terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia,” ungkap Dias dengan senyum hangat.
Libatkan sentuhan personal warga Australia yang terlibat dalam sejarah Indonesia
Kata Todd, pameran ini tidak hanya menampilkan sejarah dari sudut pandang politik dan diplomatik, tetapi juga sentuhan personal dari warga Australia yang terlibat dalam momen-momen penting sejarah Indonesia.
Dari surat-surat hingga sketsa, semuanya menggambarkan rasa simpati dan dukungan mendalam terhadap Indonesia yang sedang berjuang untuk kebebasannya.
Kehadiran pameran ini di Makassar membawa pesan penting: sejarah bukanlah sesuatu yang harus dilupakan. Justru, melalui sejarah, kita bisa belajar dan memahami bagaimana hubungan antarbangsa bisa tumbuh dan bertahan hingga puluhan tahun lamanya.
“Pameran “Two Nations: A Friendship is Born” menjadi cermin bagi kedua negara untuk menatap masa depan dengan optimisme, dengan fondasi persahabatan yang kuat dan kokoh,” tambahnya.
Bagi pengunjung, pameran ini lebih dari sekadar melihat artefak bersejarah. Ini adalah perjalanan emosional, sebuah pengingat akan arti penting dari kemerdekaan dan bagaimana solidaritas internasional bisa memainkan peran dalam membentuk masa depan sebuah bangsa.
Pameran ini akan berlangsung hingga 30 Oktober 2024, dan terbuka untuk umum. Bagi mereka yang tertarik pada sejarah, ini adalah kesempatan langka untuk melihat bagaimana dua negara yang berbeda budaya dan letak geografis bisa terhubung oleh nilai-nilai kemanusiaan yang sama.