Kabareditorial.com, Makassar — Masa tenang Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) 2024 di Sulawesi Selatan diwarnai berbagai pelanggaran.
Berdasarkan laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan, tercatat sebanyak 55 kasus pelanggaran terjadi, yang terdiri dari 51 laporan masyarakat dan 4 temuan langsung oleh Bawaslu di berbagai daerah.
Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad, menyatakan bahwa dugaan pelanggaran yang paling menonjol adalah praktik politik uang.
“Kami menemukan 21 dugaan kasus politik uang yang tersebar di berbagai kabupaten/kota. Hal ini menjadi perhatian serius karena dapat merusak integritas demokrasi,” ujar Saiful.
Selain politik uang, pelanggaran lainnya meliputi kampanye di luar jadwal, pelanggaran administrasi, pelanggaran terhadap undang-undang lainnya, tindak pidana pemilu, hingga dugaan pelanggaran etik.
Saiful menambahkan bahwa pelanggaran ini menunjukkan bahwa tantangan pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil masih cukup besar.
Dari data yang dirilis, pelanggaran terbanyak terjadi di Kabupaten Enrekang dengan 8 laporan, disusul Gowa dan Provinsi Sulawesi Selatan masing-masing dengan 6 laporan.
Di sisi lain, temuan Bawaslu terkait pelanggaran politik uang juga ditemukan di Luwu Timur dan Sinjai.
Bawaslu mengimbau seluruh pihak yang terlibat dalam pemilukada untuk mematuhi aturan yang berlaku.
“Kami akan terus melakukan pengawasan ketat dan tidak segan-segan menindak pelanggaran sesuai ketentuan hukum. Kami juga mendorong partisipasi masyarakat untuk melaporkan setiap dugaan pelanggaran,” pungkas Saiful.
Masa tenang seharusnya menjadi momen refleksi bagi masyarakat untuk menentukan pilihan secara bebas tanpa intervensi. Namun, tingginya angka pelanggaran menunjukkan bahwa masih banyak pihak yang mencoba memanfaatkan celah untuk mengganggu proses demokrasi.